Senin, 23 Desember 2013

makalah ushul fiqih Al qur'an dan Hadist sebagai hukum islam



KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur kwhadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNYA sehingga makalah tafsir ini dapat kami selesaikan. Tak lupa shalawat dan salam kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Makalah ayat-ayat tentang Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum hukum ditinjau dari kajian ushul fiqh semoga dapat menambah pengetahuan kita semua.
Atas perhatian Ustadz Khairul Anshori selaku dosen pembimbing dan saudara sekalian kami ucapkan terima kasih.







Penyusun










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
1.      Al Qur’an dan Hadist (sunnah) sebagai sumber hukum
Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
Pada makalah ini kami ingin menguraikan atau menjelaskan sumber hukum Islam, yang mana sudah kita ketahui sumber Islam yaitu Alquran dan Hadis. Walaupun Alquran dan Hadis merupakan sumber dari segala sumber ajaran Islam, namun ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut tidak dapat pula dipahami dengan baik, apabila tidak adanya ijtihad para pakar di bidang ini untuk mengemukakan maksud dari ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alquran dan Hadis. Hal ini dipandang penting agar para penstudi dan masyarakat muslim tidak salah memahami Alquran dan hadist atau sunnah. Oleh karena kita pun harus mengetahui dan mengenal sumber hukum Islam ini
B.        Rumusan Masalah

Adapun pembahasan makalah Ushul fiqih adalah sabagai berikut:
1.      Pengertian Al-Qur;an sebagai sumber hukum
2.      Kemu’jizatan Al-Qur’an
3.      Al-Qur’an sebagai sumber hukum menurut imam mahdzab
4.      Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum dan Al-Qur’an sebagai sumber hukum
5.      Pengertian Sunnah
6.      Kehujjahan Sunnah






BAB II
PEMBAHASAN

1.      Al-Qur’an sebagai sumber hukum
A.    Pengertian
Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Ayat yang pertama kali turun adalah :
Artinya : Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al Alaq: 1-5)
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Al Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun, yaitu masa dimana kerisalahan nabi Muhammad berlangsung.
Adapun  difinisi alqur’an secara istilah menurut sebagian ulamak ushul fiqih adalah:
كلام الله تعالى المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم باللفظ العربي المنقول الينا بالتواترالمكتوب بالمصاحف المتعبدبتلاوته المبدوء بالفاتحة والمختوم بسورة الناس
Artinya:
 “Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
 Dari devinisi tersebut, para ulama menafsirkan Al Qur’an dengan beberapa variasi pendapat yang dapat kami simpulkan menurut beberapa ulama Ushul Fiqh :[1][1]
1.      Al-Qur’an merupakan kalam allah yang diturunkan kepada Nabi Muahmmad SAW. dengan demikian, apabila tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan dengan Al-Qur’an. Seperti diantaranya wahyu yang Allah

turunkan kepada Nabi Ibrahim (zabur) Ismail (taurat) Isa (injil). Memang hal tersebut diatas memang kalamullah, tetapi dikarebakan diturunkan bukan kepada nabi Muhammad saw, maka tidak dapat disebut alqur’an.

2.    Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa arab qurasiy. Seperti ditunjukan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain : QS. As-Syuara : 192-195, Yusuf : 2 AZzumar : 28 An- NAhl 103 dan ibrahim : 4 maka para ulama sepakat bahwa penafsiran dan terjemahan Alqur’an tidak dinamakan Alquran serta tidak bernilai ibadah membacanya. Dan tidak Sah Shalat dengan hanya membaca tafsir atau terjemahan alquran, sekalipun ulma’ hanafi membolehkan Shalat dengan bahasa farsi (Selain Arab), tetapi kebolehan ini hanya bersifat rukhsoh (keringanan hukum).
3.    Al-Quran dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawattir tanpa perubahan dan penggantian satu kata pun (Al-Bukhori : 24)
4.    Membaca setiap kata dalam alquran mendapatkan pahala dari Allah baik berasal dari bacaan sendiri (Hafalan) maupun dibaca langsung dari mushaf alquran.
5.    Al-Qur’an dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, tata urutan surat yag terdapat dalam Al-Qur’an, disusun sesuai dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. tidak boleh diubah dan digamti letaknya. Dengan demikian doa doa, yang biasanya ditambahkan di akhirnya dengan Al-Qur’an dan itu tidak termasuk katagori Al-Qur’an.

B.     Kemu’jizatan Al-Qur’an
Orang-orang musyrik mengetahui adanya pengaruh yang kuat di dalam jiwa orang-orang yang mendengengarkan, merasakan dan mengkaji bunyi Al-Qur’an. Oleh karena itu mereka yang ingkar dan bersikeras mengikuti hawa nafsunya merasa khawatir akan terpengaruh. Akhirnya merekapun saling menganjurkan agar tidak mendengarkan Al-Qur’an lagi. Allah SWT berfirman
Artinya : “dan orang-orang kafir berkata: janganlah kamu jangnlah mendengar sungguh-sungguh etntang Al-Qur’an ini dan hiruk pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan” (Q.S fushilat : 26)
Dengan demikian jelaslah bahwa kemu’jizatan Al-Qur’an terletak pada at itu sendiri, bukan kerena sesuatu diluarnya.
C.     Al-Qur’an sebagai Sumber  Hukum Menurut Imam Madzhab
·                     Pandangan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama’ bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam. Akan tetapi Imam Abu Hanifah itu berpendapat bahwa Al-Quran itu mencakup maknanya saja. Diantara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa dia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain arab, misalnya: Dengan bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan Madharat. Padahal menurut Imam Syafi’i sekalipun seseorang itu bodoh tidak di bolehkan membaca Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa selain Arab.
·                       Pendapat Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan beranggapan bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari As-Sunnah karena hubungan antara keduanya sangat erat sekali, Dalam artian tidak dapat di pisahkan. Sehingga seakan akan beliau menganggap keduanya berada pada satu martabat, namun bukan berarti Imam Syafi’i menyamakan derajat Al-Qur’an dengan Sunnah, Perlu di pahami bahwa kedudukan As-Sunnah itu adalah sumber hukum setelah Al-Qur’an, yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah SWT.
Dengan demikian tak heran bila Imam Syafi’i dalam berbagai pendapatnya sangat mementingkan penggunaan Bahasa Arab, misalkan dalam Shalat, Nikah dan ibadah-ibadah lainnya. Beliau mengharuskan peguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau memahami dan mengistinbat hukum dari Al-Qur’an, kami ulangi kembali bahwa
pendapat Imam Syafi’i ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang menyatakan
bahwa bolehnya shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab. Misalnya dengan bahasa persi walaupun tidak dalam, keadaan Madharat.

D. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber Hukum.
1.      Ayat-ayat yang menjelaskan  Hukum diantaranya:
Uraian al-Qur’an tentang puasa Ramadhan, ditemukan dalam surat al-Baqarah: 183, 184, 185 dan 187. Ini berarti bahwa puasa ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi SAW tiba di Madinah, karena ulama Al-Qur’an sepakat bahwa Surat al-Baqarah turun di Madinah. Para sejarawan menyatakan bahwa kewajiban melaksanakan puasa ramadhan ditetapkan Allah SWT pada 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.
Allah swt berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat ini yang menjadi dasar hukum diwajibkannya berpuasa bagi orang-orang yang beriman.
2.      Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan Shalat:
firman Allah SWT
Artinya: Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An Nisa’:103).
Artinya: sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thahaa: 14).
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Ankabut: 45)

BAB III
HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM

2.      Hadist atau sunnah sebagai sumber hukum
A.    Pengertian
Sunnah Nabi ialah : Ucapan, perbuatan serta ketetapan-ketetapan Nabi SAW. Dengan demikian sunnah dilihat dari segi materi dan esensinya terbagi menjadi 3 amcam:
a.       Sunnah qauliyah (ucapan)
b.      Sunnah fi’liyah (perbuatan)
c.       Sunnah taqririyah (ketetapan)
Contoh sunnah qauliyah ini yang trbanyak seperti sabda nabi SAW:
Artinya: berpuasalah karna melihat tanggal (satu Ramadan) dan berbukalah kerena melihat tanggal (satu syawal)
Sunah fi’liyah seperti prakek sholat dan haji
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : lakukanlah sholat sebagaimana kalian melihatku mengerjakan sholat.
Sunnah fi’liyah ialah semisal nabi melihat suatu perbuatan atau mendengar satu ucapan atau mendengar  satu ucapan lalu nabi SAW mengakui atau membenarkannya.
Sunnah berfungsi sebagai penopang dan penyempurna Al-Qur’an. Karena itu Imam SYAFI’I dalam menerangkan Al-Qur’an dan sunnah tidak menguraikan secara terpisah. Keduanya saling saling menopang secara sempurna dalam menjelaskan syari’ah.
Adanya nash-nash Al-qur’an yang memerintahkan agar patuh dan tunduk kepada nabi. Firman Allah SWT :
Artinya : Barang siapa yang mentaati rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. (Q.S An-nisa : 80)
B.     Kehujjahan Al-Sunnah Dari al-Qur’ân
Dalam menggunakan al-sunnah sebagai sumber hukum utama setelah al-Qur’ân didukung oleh banyaknya ayat-ayat al-Qur’ân yang menyuruh kita taat kepada Rasulullah
            SAW. Berikut beberapa ayat yang berisi tentang kehujjahan al-sunnah:

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”.
Maksud ayat ini adalah kita hendaknya selalu mengikuti pada perintah Allah dan rasul-Nya, dan mengikuti al-sunnah Rasulullah SAW sebagai sebuah kewajiban, karena beliaulah yang diberi wahyu al-Qur’ân, hikmah dan kerasulullahan dan kita tidak diperbolehkan untuk menentang dan mengingkari keberadaan al-sunnah (yang mutawâtir dan ahâd). [1]
C.    Pembagian Al-Sunnah Ditinjau Dari Hubungannya Dengan Al-Qur’an

1.   Al-sunnah al-Muakkadah, yakni al-sunnah yang mempunyai kesesuaian dengan al-Qur’ân dari semua segi, seperti adanya kewajiban shalat merupakan ketetapan hukum wajib yang didasarkan pada al-Qur’ân dan al-sunnah. [2]
2.  Al-sunnah al-Mubayyanah, yakni al-sunnah yang berfungsi menafsirkan ayat al-Qur’ân yang masih bersifat global dari segi lafazh dan maknanya. Menurut imam Syafi’i: ayat dari al-Qur’ân ini secara global menjelaskan adanya hukum-hukum yang berlaku bagi manusia, tetapi al-sunnah disini berfungsi sebagai penjelas tata cara dan konsekwensi hukum, seperti jumlah hitungan dalam shalat, zakat dan pelaksanaan waktu mengerjakannya dan juga konsekwensi hukum bagi yang taat dan yang tidak mentaati hukum tersebut”. [3]

3.      Al-sunnah al-Istiqlâliyyah, yakni al-sunnah yang berfunsi sebagai penambah terhadap hukum yang ada dalam al-Qur’ân. Maksudnya adalah hukum tersebut ditambah oleh al-sunnah tatkala di dalam al-Qur’ân tidak ditemukan jawaban hukum atas sebuah permasalahan baik berupa kewajiban, keharaman seperti hukum warisan bagi nenek, hukum syuf’ah (hukum membeli lebih dahulu.

D.    Pengambilan Hukum Dari Al-Qur’an Dan Sunnah
Setiap istinbath (pengambilan hukum)dalam syariat islam harus berpihak atas Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Ini berarti dalil-dalil syara’ ada dua macam, yaitu nash dan ghairun nash (bukan nash). Dalil-dalil ini yang tidak termasuk dalam kategori nash seperti qiyas dan istihsan, pada hakekatnya digali, bersumber dan berpedoman pada nash.
Cara pengambilan hokum dari nash ada dua mcam pendekatan yaitu : pendekatan makna (thuruq ma’nawiyah) dan pendekatan lafadz(thuruq lafzhiyyah). Pendekatan makna ialah penarikan kesimpulan hokum bukan kepada nash langsungseperti menggunakan qiyas, isthisan, mashalih dan mushalah, dzara’I dan lain sebagainya.
1.      Pembahasan lafadz nash
Para ulama ushul bekerja keras membuat kaedah-kaedah yang dapat digunakan untuk memahami nash-nash dan menggali hokum-hukum takfily dri nash-nash itu. Dlam membuat kaedah-kaedah tersebut mereka berpedoman kepada dua hal sebagai berikut :
1.      Al Madlulat al lughawiyat (pengertian dan konotasi kebahasaan) dan al fahmu al Araby (pemahaman yang didasarkan pada cita rasa bahasa arab)
2.      Pedoman dan metode yang dipakai Nabi Muhammad dalam menjelaskan hukum-hukum Al QUR’AN, dan himpunan hukum-hukum  nash yang telah mendapatkan penjelasan dan sunnah.
Secara umum apabila kaedah-kaedah itu diikuti oleh seorang ahli fiqh, maka ia akan terhindar dari kesalahan dalam istinbath hokum.dengan kedah-kaedah itu pula ia akan mampu menangkaptujuan-tujuan syari’ah yang dipandang sebagai sumber pokok (ashl) yang pertama dan utama.

Kaedah-kaedah bahasa (lughawy) itu mengacu pada empat segi yaitu:
1.      Kepada lafadz- lafadz nash dari segi kekuatan dan kejelasan dalalah-nya terhadap pengertian yang dimaksud.
2.      Segi ungkapan dan konotasinya, apakah menggunakan ibarat yang sharih (ungkapan jelas) atau isyarat yang mengandung makna yang tersirat; dan apakah memakai Ataukah (mahfum).
3.      Segi cakupan lafadz dan sasaran dalalahnya, berupa lafadz umum atau khusus, dan lafadz muqayyad atau mutlaq.
4.      Dari segi bentuk tuntutan(shighat taklif) nya.
Dari segi itu harus dikuasai oleh seorang ahli fiqh agar dapat melakukan istinbat hukum dan terhindar dari kekeliruan.


DAFTAR PUSTAKA


Zahrah, Muhammad Abu. Prof, ushul al fiqih Cairo 19958


[1] Muhammad Bin Ahmad Abu Abdullah al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkâm al-Qur’ân (Beirut: Dâr Ihya’ at-Turâts, tt.), Juz XIV, hlm., 187.
[2] Muhammad bin Abi Bakar Abu Abdullah ibn al-Qayyim al-Jauziyah, I’lâm al-Muwaqi’în (Beirut: Maktabah al-’Ashriyyah, 1470), Juz II hlm., 307.
[3] Al-Syafi’i, Al-Risalah, hlm., 21-22.



Senin, 25 November 2013

makalah tafsir tentang qada dan qadar



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pengertian
         Qada’menurut bahasa artinya Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk.
Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran.Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.
Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar

Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:
1.      a. Taqdir Mu’allaq

Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia.
Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
2.      Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat.dan sebagainya.
Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya.

Berikut ini adalah Makalah tafsir ayat-ayat  Al Qur’an mengenai Qada dan Qadar :


1


BAB II
PEMBAHASAN
B.     Tafsiran Ayat-ayat Al Qur’an Tentang Qada dan Qadar

1.      a. Surah Ali 'Imran 145

3:145
Allah menyatakan: "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya.

Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya. maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja.
       b. Surah Ali 'Imran 185
3:185“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah          disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. 3:185)
 Setiap yang bernyawa akan merasakan mati dan di hari kiamat nanti itulah disempurnakan balasan masing-masing yang baik dibalas dengan yang baik, yaitu surga dan yang buruk akan
2
dibalas dengan yang buruk pula yaitu neraka, sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang Artinya: Kubur itu adakalanya merupakan taman dari taman-taman surga, atau merupakan jurang  dari jurang-jurang neraka.
(H.R. Tirmizi dan Tabrani)

Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, dialah yang berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan di atas, baiklah kita perhatikan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya:
Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati di dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan supaya ia berbuat kepada manusia seperti yang ia sukai diperbuat orang kepadanya.
(H.R. Ahmad)

Kehidupan di dunia ini tiada lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan, maka tenggelamlah ia padanya. Padahal kalau manusia itu kurang pandai mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan kerugian di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.
2.      a. Surah Al An’am : 2

6:2 “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisinya (yang dia sendirilah yang mengetahuinya) kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. AL AN’AM :2)
Kemudian Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang musyrikin yang mempersamakan Allah swt. dengan selain-Nya dalam peribadatan. Allah dalam ayat ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat. Dialah yang menciptakan manusia turunan Adam dari tanah yang basah. Setiap kejadian manusia tentulah mengandung unsur zat dari asal-usul kejadian induknya yang pertama yakni Adam a.s. Sifat-sat kejadian induk pertama itu tidaklah terbatas pada induk itu saja tetapi diturunkan kepada kesatuan jenisnya. Oleh karena itu penciptaan Adam a.s. dari tanah yang basah dapat juga dalam penciptaan untuk setiap turunannya.
3
Jika diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Manusia mula kejadiannya dalam rahim berupa nutfah (zygote), yaitu percampuran antara sel mani laki-laki "sperma" dengan sel telur dari ibu "ovum". Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah yang sudah bercampur itu mengembangkan dirinya ke dalam janin, kemudian keadaan itu berubah sampai menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam dan zat itu sendiri hakikatnya terdiri dari zat-zat unsur kimia yang mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan itu baik dari tumbuh-tumbuhan ataupun daging hewan tersusun dari zat unsur kimia yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah swt. Yang Maha Besar, zat unsur kimia yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi bibit manusia.

Bilamana Allah swt. kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa pula Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri bukti nyata yang menunjukkan kodrat Tuhan untuk mengadakan hari berbangkit. Allah menentukan pula dua waktu untuk manusia yang tak dapat dilampauinya, yaitu waktu kematian dan waktu dibangkitkan dari kubur, sesudah kehancuran dunia. Waktu yang ditetapkan Tuhan untuk berbangkit itu tidak ada yang mengetahui kecuali Allah.
Firman Allah SWT:
7:187
Artinya:
Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dari Dia....
(Q.S Al A'raf: 187)

 Meskipun orang-orang musyrikin menyaksikan kejadian diri mereka dan terbatasnya umur mereka yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah swt. untuk menentukan hari berbangkit, namun mereka masih tetap ragu ragu. Seharusnya mereka dapat menarik kesimpulan dari kesaksian-kesaksian itu bahwa Yang Kuasa menciptakan zat-zat yang mati menghimpunkannya menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya,
4
tentu Dia Kuasa pula menghimpunkan kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
b. Surah AL An’am : 3
6:3     “Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”(QS. 6:3)
Kemudian dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah Allah Yang disembah, Yang menerima doa dan harapan dari semua makhluk-Nya di langit dan di bumi. "Allah" ialah nama yang Maha Agung bagi Tuhan Rabbulalamin, sudah dikenal oleh Bangsa Arab sebelum Islam. Sebab bangsa Arab pada zaman Jahiliah, bila mereka akan menjawab "Allah", maka maksudnya ialah Tuhan Yang berhak disembah. Tuhan Yang mempunyai sifat-sifat yang mereka kenal itulah yang patut mereka sembah.
Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman Allah swt.:

Artinya:
Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(Q.S Az Zukhruf: 84)
Kedua ayat ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi. Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.

Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Dia mengetahui segala yang mereka rahasiakan atau yang mereka lahirkan, baik perkataan dan perbuatan mereka maupun gerak-gerik hati mereka, segala apa yang diusahakan oleh manusia, tidak luput dari pengetahuan Tuhan. Usaha yang baik akan diberi pahala usaha yang buruk akan diberi hukuman. Sangatlah sempurna perhatian Tuhan terhadap usaha manusia itu disebabkan hubungan usaha itu dengan balasan balasan-Nya.
3.      Surah At  Taubah : 51
5
9:51
Katakanlah: `Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal`.(QS. 9:51)
 Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan: "Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah swt., yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lohmahfuz sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan kadar dari Allah swt. dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun.
4.      a. Surah AL HADID : 22-23

57:22

57:23
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. 57:22)
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. 57:23)
Ayat  22 ini menerangkan bahwa semua bencana dan malapetaka yang menimpa permukaan bumi, seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang menimpa

6

manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah ditetapkan akan terjadi sebelumnya
dan tertulis di Lohmahfuz, sebelum Allah SWT menciptakan makhluk Nya.
Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lohmahfuz.


Ditakhrijkan oleh Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Abu Hasan bahwa telah datang dua orang kepada Aisyah, mengatakan, bahwa Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda: "Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata, dan rumah". Aisyah menjawab; "Demi Tuhan Yang menurunkan Alquran kepada Abu Qasim saw, tidak pernah ia mengatakan yang seperti ini, ia hanya pernah mengatakan: "Orang-orang Arab Jahiliah dahulu mengatakan, 'Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata dan rumah'". Kemudian `Aisyah membaca ayat ini.

Ayat ini memperingatkan sebahagian kaum muslimin yang masih percaya kepada tenung, suka meminta sesuatu kepada kuburan yang dianggap keramat, menanyakan sesuatu yang akan terjadi kepada dukun dan sebagainya. Hendaklah mereka hanya percaya kepada Allah saja, karena hanyalah Dia yang menentukan segala sesuatu. Mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang lain selain dari kekuatan Allah termasuk memperserikatkan Nya dengan makhluk ciptaan Nya dan berarti tidak percaya kepada tauhid rububiyah yang ada pada Allah.

Pada ayat 23  ini Allah SWT menyatakan sebab Dia mengatakan seperti tersebut ayat di atas yaitu menetapkan segala sesuatu peristiwa atau kejadian sebelum wujudnya, agar manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan Allah itu adakalanya berupa kesengsaraan dan malapetaka, adakalanya berupa kesenangan dan kegembiraan. Karena itu janganlah terlalu bersedih hati menerima kesengsaraan dan malapetaka yang menimpa diri, sebaliknya jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira menerima Sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah bersabar menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah atas setiap menerima nikmat yang dianugerahkan Nya.

Ayat ini bukanlah maksudnya melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati, tetapi maksudnya ialah melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati dengan berlebih-lebihan.

Berkata 'Ikrimah: "Tidak ada seorang pun melainkan ia dalam keadaan sedih dan gembira, tetapi hendaklah ia menjadikan kegembiraan itu sebagai tanda bersyukur kepada Allah dan kesedihan itu sebagai tanda bersabar".

Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa orang yang terlalu gembira menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya dan terlalu bersedih hati menerima bencana yang menimpanya adalah orang yang pada dirinya terdapat tanda-tanda bakhil dan angkuh, seakan-akan ia hanya memikirkan kepentingan dirinya saja. Dan Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang mempunyai sifat-sifat bakhil dan angkuh itu.

5.       Surah AN NISA : 78-79
7
4:78
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan:` Ini adalah dari sisi Allah `, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:` Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad) `. Katakanlah:` Semuanya (datang) dari sisi Allah `.Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”(QS. 4:78)
4:79
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”(QS. 4:79)
Pada ayat 78 ini Allah menerangkan bahwa maut (mati) itu adalah suatu hal yang pasti datangnya tidak seorangpun yang daPada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.pat lepas dari padanya di manapun dia berada meskipun berlindung di dalam benteng yang kokoh kuat.
 Pada ayat 79 ini Allah menegaskan lagi dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah dan malapetaka yang menimpa seseorang itu hendaklah pula dikatakan datangnya dari dirinya sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain apakah dia saudara, sahabat dan tetangga.
6.      Surah AL MUNAFIQUN : 11

63:11
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.(QS. 63:11)

8
Pada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.

7.      Surah AL FURQON : 17
25:17
Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah):` Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)? `(QS. 25:17)
 Pada Hari Kiamat orang-orang musyrik yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah dikumpulkan bersama-sama dengan sembahan-sembahan mereka. Lalu Allah mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada sembahan-sembahan itu. Benarkah kamu dahulu di dunia menyuruh mereka itu menyembahmu sehingga mereka telah sesat dari jalan yang benar. Mempersekutukan-KU denganmu sekalian sehingga mereka mengingkari ajaran-ajaran-ku dan ajaran-ajaran Rasul-Ku.
8.      Surah ‘ABASA : 2380:23
Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,(QS. 80:23)
         Ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan jangan kafir! Atau "Hati-hatilah!" Ayat 23 menjelaskan sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.
9.      Surah AR RA’D : 26
13:26
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS. 13:26)
9
 Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing-masing hamba-Nya itu. Allah menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan sebaliknya, kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat.
10.  Surah AL QAMAR : 49
54:49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 54:49)
Ayat ini menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Tuhan, diciptakan Nya menurut kehendak dan ketentuan Nya disesuaikan dengan hukum-hukum yang ditetapkan Nya untuk alam semesta ini, yang terkenal dengan sunatulkaun (undang-undang alam) Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya Allah berfirman:

25:2

Artinya:
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(Q.S. Al-Furqan: 2)

dan sesuai pula dengan ayat:

87:1

87:2

87:3

Artinya:
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, d
an menyempurnakan (ciptaan Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.
(Q.S. Al-A'la: 1-3)





10